Hits IDN -- Kasus dugaan kekerasan terhadap anak dibawah umur di wilayah hukum Polres Malaka sangat tinggi. Hampir setiap hari, unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menerima laporan terkait hal ini.
Bahkan, kasus kekerasan seksual yang menimpah anak dibawah umur di Polres Malaka digadang-gadang sebagai yang tertinggi di wilayah hukum Polda Nusa Tenggara Timur.
Dengan kata lain, kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur di Polres Malaka mendapat predikat juara di wilayah hukum Polda NTT.
Baca Juga: BMKG Bilang NTT Masuk Musim Kemarau Lebih Cepat, Masyarakat Dihimbau Begini
Tingginya kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur di wilayah hukum Polres Malaka ini diungkapkan Kapolres Malaka, AKBP Rudi J. J. Ledo, SH, S.I.K melalui Kanit PPA pada Satreskrim, Aipda Urip Hartami, SH.
Kanit PPA, Aipda Urip Hartami, SH mengatakan hal tersebut ketika dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya di Mapolres Malaka, Senin (20/02/2023).
Walau demikian, kata Kanit PPA, dalam penanganan laporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur, terdapat beberapa hal yang menjadi kendala.
Baca Juga: Bukan Sembarang Orang, Ini Dia Sosok Bupati Yang Ditangkap KPK Setelah Buron Berbulan-Bulan
Empat point tersebut, lanjut dia, sudah pernah disampaikan kepada Pemda Malaka melalui Dinas Pengendalian Penduduk, BKKBN dan Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Ada empat hal yang seharusnya ada dalam penanganan kasus yang berkaitan dengan PPA tetapi kita di Malaka belum ada," ujar Aipda Urip.
Empat hal dimaksud, menurut Aipda Urip, adalah psikolog pendamping, rumah aman, biaya visum korban dan sosialisasi.
Baca Juga: Ditangkap KPK, Ini Kasus Yang Menjerat Bupati Membramo Tengah
"Ketika kami limpahkan berkas ke kejaksaan, kami selalu ditanya terkait psikis anak yang menjadi korban. Yang bisa menentukan kondisi psikis anak yang menjadi korban adalah kewenangan psikolog. Maka kami pernah berkoordinasi dengan pemda untuk disediakan seorang psikolog," ujarnya.
Sementara, rumah aman sangat dibutuhkan untuk menghindari ancaman dan tekanan bagi anak, yang menjadi korban.