Hits IDN -- Aktivis anti korupsi mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT untuk segera melakukan penyelidikan kasus sewa Kantor Cabang (Kancab) Surabaya, yang diduga merugikan Bank NTT sekitar Rp 7,5 Milyar.
Kerugian Bank NTT gegara sewa Kantor Cabang Surabaya senilai 7,5 M tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2020 (Nomor: 1/LHP/XIX.KUP/01/2020).
Sewa gedung Kantor Cabang Surabaya tersebut diduga melibatkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, DTG dan mantan Direktur Umum (Dirum), AC.
Aktivis anti korupsi yang menyampaikan desakan tersebut adalah Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa, dan Ketua NTT Bergerak, Yohanes Hegon Kelen Kadati.
“Kami minta Kajati NTT untuk melanjutkan penyelidikan kasus sewa Kantor Cabang Surabaya. Kenapa didiamkan hingga 3 tahun? Padahal menurut LHP BPK RI Tahun 2020, kerugian bank NTT sekitar Rp 7,5 M. Ada apa ini? Kita harap Kejati NTT tidak ‘masuk angin’ sehingga bisa Lidik kasus ini,” ujar Gabriel yang juga Ketua Dewan Penasehat PADMA Indonesia, Jumat (10/02/23).
Menurutnya, kegagalan sewa itu merupakan kesalahan fatal mantan Dirut DTG dan mantan Dirum, AC.
“Belum dapat 'lampu hijau" dari Direktorat Kepatuhan dan Izin OJK tapi beraninya DTG dan AC tanda tangan kontrak dan bayar Rp 7,5 M kepada Hotel Green Palace," ujarnya.
"Akhirnya pemindahan Kancab Surabaya itu ditolak OJK dan uang sekitar Rp 7,5 M itu hilang begitu saja,” lanjut dia.
Gab menjelaskan, penanganan kasus itu (penagihan kembali uang, red) oleh Jaksa Kejati NTT pun sudah ‘tenggelam’ sekitar 3 tahun.
“Kejati NTT harus klarifikasi penanganan kasus itu sudah sampai dimana? Berapa banyak uang yang sudah ditagih? Masih ada atau tidak uang Rp 500 juta yang dititip oleh Hotel Green Place sebagai cicilan pengembalian?” tanya Gab.
Senada dikatakan Ketua NTT Bergerak, Yohanes Hegon Kelen Kedati.
“Saya heran, kenapa Kejati NTT ‘diamkan’ kasus ini? Penanganannya sudah 3 tahun tapi dibiarkan begitu saja. Ada apa ini? Padahal ada debitur Bank NTT yang baru Tunggak 28 hari sudah diproses hukum dan dijebloskan ke penjara? Lalu kenapa Kejati NTT menonton kasus yang sudah ada di depan batang hidungnya?” kritik Kedati.
Ia meminta Kajati NTT tidak pilih kasih dalam penyelidikan dugaan kasus korupsi.
“Informasinya, pihak-pihak yang terlibat sudah sempat dipanggil Kejati? Ini mesti ditindaklanjuti Pak Kajati. Apalagi sudah ada temuan dalam LHP BPK RI,” tandasnya.